Arah Kebijakan Pemerintah di Sektor Perumahan Rakyat Dinilai tidak Jelas

0
7

KonsPro (4/1) JAKARTA – KENAIKAN  harga rumah susun sederhana milik (rusunami) yang dikaji pemerintah dinilai hanya akan merugikan masyarakat berpenghasilan rendah. Kementerian Perumahan Rakyat dituding tidak mempunyai arah pembangunan yang jelas bagi pengembangan hunian bagi masyarakat menengah bawah.

Fauzi Buldan, Pengamat Properti mengungkapkan pembangunan perumahan rakyat termasuk rusunami selama ini sudah salah kaprah karena hanya mengedepankan aspek fisik berupa target pembangunan. Akibatnya, setiap tahun pemerintah lebih mengejar publikasi berupa pencapaian jumlah unit rumah yang telah dibangun.

Padahal upaya untuk mendorong minat dan daya beli masyarakat lebih penting. “Rencana kenaikan harga rusunami itu merupakan sikap pemerintah yang mengakomodir keinginan developer agar pasokan tetap ada. Kalau orientasinya hanya target, maka pembangunan perumahan rakyat tidak menyentuh persoalan sebenarnya yakni daya beli masyarakat masih rendah,” ujarnya di Jakarta, Sabtu.

Fauzi mempertanyakan banyaknya rusunami dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang dibangun pemerintah tidak berada di posisi strategis, tanpa dukungan infrastruktur memadai. Akibatnya banyak rumah susun yang selesai dibangun kosong karena tidak dihuni. Kondisi itu terjadi akibat pola pikir pemerintah yang lebih mengejar target pembangunan. “Rakyat jangan dipaksa tinggal tanpa diberi informasi tentang budaya hidup di hunian bertingkat,” katanya.

Menurut dia, ada kecenderungan masyarakat menengah bawah makin tidak mampu membeli karena harga rusunami terus melambung. Saat ini harga rusunami sekitar Rp 144 juta per unit. Sementara intervensi pemerintah dalam bentuk alokasi subsidi pembiayaan sangat minim. Saat ini, kata Fauzi, pembeli dan penghuni proyek rusunami bergeser kepada kelompok menengah atas karena kalangan menengah bawah tidak mampu membeli, serta tidak disiapkan kulturnya untuk hidup di hunian vertikal.

“Kalau orientasi Kementerian Perumahan Rakyat masih saja pada target angka, maka backlog perumahan sampai kapanpun tidak akan selesai. Justru masyarakat menengah bawah di perkotaan bakal makin tersingkir jauh ke pinggiran,” tandasnya.

Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dilakukan pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat juga kurang optimal. Dalam acara Refleksi dan Evaluasi Kinerja Akhir Tahun 2011 Kementerian Perumahan Rakyat, Sri Hartoyo, Deputi Menteri Perumahan Rakyat mengatakan sepanjang 2011 dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang terserap hanya untuk sekitar 99.699 unit. Jumlah tersebut terbagi atas 99.574 unit rumah sejahtera tapak dan 125 unit rumah sejahtera susun.

Kementerian Perumahan Rakyat pada 2012 menargetkan penyaluran FLPP untuk sekitar 123.790 unit dengan alokasi dana sebesar Rp 4,7 triliun. “Ada beberapa hambatan yang dihadapi oleh Kemenpera dalam penyaluran FLPP pada 2011 antara lain kurang siapnya masyarakat dalam menyediakan uang muka serta SPT Pajak,” ujarnya di Jakarta, Kamis.

Sedangkan dari sisi pembangunan rumah, pemerintah mendorong pengembang dan pemerintah daerah lebih banyak membangun dan mempermudah perizinan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. (Neraca)