2050, Penurunan Tanah di Jakarta Capai 5 Meter

0
7
Foto: beritajakarta.com

 

KonsPro (28/03) JAKARTA– TIDAK  banyak yang menyadari, jika kota Jakarta berada di atas endapan delta. Kondisi demikian, tentu tidak hanya memberikan sejumlah manfaat dan jasa ekosistem yang dapat dinikmati oleh penduduk dengan berbagai aktivitasnya, namun juga menyimpan sejumlah kerawanan. Hal itu disebabkan oleh tekanan eksploitasi ruang dan sumber daya alam yang melebihi kemampuan untuk memperbaiki dirinya.

Jika kondisi demikian tetap dibiarkan tanpa adanya upaya perbaikan maupun penyelamatan, tentu saja ancaman munculnya kerawanan akan semakin terlihat.

Peneliti asal LIPI yang juga warga eks Cideng Baru-Roxy (Cibar), Jan Sopaheluwakan mengatakan, salah satu kerawanan yang terjadi yakni, kota Jakarta tidak akan lepas dari ancaman bencana banjir. Sebab, tidak kurang dari 24 ribu hektar dari 65 ribu hektar total luas Jakarta berada di dataran rendah atau satu hingga satu setengah meter di bawah permukaan laut pasang.

Sebagian besar dataran rendah itu berada di sisi utara Gambir, bagian barat dan timur Jakarta. “Ancaman banjir di Jakarta ini tidak hanya dari selatan yakni, kiriman dari Bogor, namun juga dari Utara yang disebabkan oleh rob,” ujar Jan, saat talkshow dengan tema Jakarta Tenggelam? Siapa Takut, pada acara silaturahmi warga Ex Cibar di salah satu hotel berbintang di bilangan Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (27/3).

Dikatakan Jan, di sisi selatan Jakarta juga dibentuk oleh endapan hasil rombakan produk gunung api kompleks Salak-Pangrango. Endapan delta Ciliwung yang terbetuk menebal semakin ke arah pantai. Ia menganalisa, pada daerah antara Marunda dan Kosambi, dijumpai jalur-jalur sempit dari endapan pematang pantai purba, yang penyebarannya mencerminkan posisi pantai di masa lalu.

“Delta Jakarta memperlihatkan pertumbuhan progresif ke utara sejak beberapa ribu tahun lalu. Sementara pantai pesisir Jakarta mengalami maju mundur sesuai dengan proses akresi dan rekgresi pantai Jakarta sejak masa pra historis hingga saat ini,” jelasnya.

Keadaan Jakarta yang demikian, mengakibatkan beberapa problematikan diantaranya, tekanan pada ruang, kerawanan terhadap banjir, kelangkaan air bersih, insfrastruktur yang kurang memadai, abrasi pesisir dan kepunahan keragaman hayati. Selain itu, dengan perekonomian Jakarta yang menempati porsi 17 persen dari perekonomian Indonesia dan kondisi politik yang cepat berkembang, Jakarta mengalami tekanan luar biasa dan telah memasuki kondisi kritis.

Ia memperkirakan, pada tahun 2050 mendatang, penurunan tanah di Jakarta bisa mencapai 5 meter. Penurunan tanah diberbagai tempat, telah meningkatkan kerawanan terhadap bencana banjir. Kerawanan semakin meningkat sejalan dengan ancaman iklim ekstrim dan gelombang pasang siklus 18 tahunan. “Terakhir tejadi 2007 lalu dan kita perlu mengantisipadi pada tahun 2025 mendatang,” ujarnya.

Untuk itu, agar ancaman manjir dapat diantisipasi, pihaknya menyarankan agar pemerintah segera membuat tanggu di tengah laut. Hal ini sebagai salah satu usaha untuk melindungi warga Jakarta agar terhindar dari ancaman banJir. “Karena Jakarta sendiri tidak memiliki cukup banyak ruang untuk air,” kata Jan.

Kepala Bapeda DKI Jakarta, Sarwo Handayani yang turut menghadiri talk show itu mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengambil beberapa langkah untuk mengantisipasi banjir. Salah satunya dengan mengendalikan air dengan membangun waduk dan situ. Saat ini tempat penampungan air di Jakarta baru mencapai tiga persen. Ke depan akan ditingkatkan menjadi lima persen. “Dengan begitu air bisa tertampung di waduk dan situ yang ada,” terangnya.

Untuk jangka pendek, Pemprov DKI Jakarta tengah melakukan peninggian tanggul, serta memperbanyak sumur resapan dan sumur injeksi untuk menahan air hujan dan terserap ke tanah. Dikatakan Yani, sapaan akrabnya, untuk melakukan itu semua, pihaknya meminta dukungan dari warga. “Ini semua tidak bisa hanya dilakukan oleh pemprov saja, melainkan perlu juga dukungan dari masyarakat, terutama perilaku disiplin warga,” pintanya. (BerJak)